Apakah saya masih gandrung menyajikan makanan mewah yang hanya sekadar memuaskan selera belaka?
Bisakah saya belajar kesederhanaan kristen yang diteladankan Sang Pemilik Semesta, yang hidup bersahaja saat di dunia?
Adakah hubungannya nafsu makan dengan dosa dan kesengsaraan?
Yoh. 6
8 Seorang dari murid-murid-Nya, yaitu Andreas, saudara Simon Petrus, berkata kepada-Nya:
9 "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?"

Yesus bertanya berapa banyak makanan yang dapat didapatkan di antara kumpulan itu. "Ada anak laki-laki di sini," kata Andreas "yang memiliki lima roti jelai, dan dua ikan kecil: tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?"
Yesus memerintahkan agar ini dibawa kepada-Nya. Kemudian Dia memerintahkan para murid untuk menempatkan orang-orang di atas rumput.
Ketika selesai, Dia mengambil makanan, “dan memandang ke langit, Dia memberkati, dan memecah-mecahnya dan memberikan roti kepada murid-murid-Nya, dan para murid memberikan kepada orang banyak.
Dan mereka semua makan, sampai kenyang. Dan mereka mengumpulkan sisa potongan-potongan roti yang tinggal dua belas bakul penuh. " Matius 14:19, 20. {MH 45.4}
Melalui mukjizat kuasa ilahi Kristus memberi makan orang banyak; namun betapa sederhananya ongkos yang disediakan — hanya ikan dan roti jelai yang merupakan ongkos harian nelayan-nelayan Galilea. {MH 47.1}
Kristus bisa saja memberikan kepada orang-orang suatu jamuan yang mewah, tetapi makanan yang disiapkan hanya untuk kepuasan nafsu tidak akan memberikan pelajaran bagi kebaikan mereka.
Melalui mukjizat ini Kristus ingin mengajarkan pelajaran tentang kesederhanaan.
Jika manusia dewasa ini sederhana dalam kebiasaan mereka, hidup selaras dengan hukum-hukum alam, seperti yang dilakukan Adam dan Hawa pada awalnya,
akan ada persediaan berlimpah untuk kebutuhan keluarga manusia.
Tetapi keegoisan dan mengumbar nafsu makan telah membawa dosa dan kesengsaraan, dari kelebihan di satu sisi, dan dari keinginan di sisi lain. {MH 47.2}
Tulisan aslinya :
Jesus inquired how much food could be found among the company. “There is a lad here,” said Andrew; “which hath five barley loaves, and two small fishes: but what are they among so many?” Verse 9. Jesus directed that these be brought to Him. Then He bade the disciples seat the people on the grass. When this was accomplished, He took the food, “and looking up to heaven, He blessed, and brake, and gave the loaves to His disciples, and the disciples to the multitude. And they did all eat, and were filled: and they took up of the fragments that remained twelve baskets full.” Matthew 14:19, 20. {MH 45.4}
It was by a miracle of divine power that Christ fed the multitude; yet how humble was the fare provided—only the fishes and barley loaves that were the daily fare of the fisher-folk of Galilee. {MH 47.1}
Christ could have spread for the people a rich repast, but food prepared merely for the gratification of appetite would have conveyed no lesson for their good. Through this miracle Christ desired to teach a lesson of simplicity. If men today were simple in their habits, living in harmony with nature’s laws, as did Adam and Eve in the beginning, there would be an abundant supply for the needs of the human family. But selfishness and the indulgence of appetite have brought sin and misery, from excess on the one hand, and from want on the other. {MH 47.2}
Comments
Post a Comment